POLMAN, SULBAR EXPRESS – Serikat Mahasiswa dan Rakyat( Semarak ) menghadiri Rapat Dengar Pendapat( RDP ) di ruang aspirasi kantor DPRD Polman, Kamis 6 April 2023.
RDP ini merupakan tindak lanjut unjuk rasa Semarak, Senin 3 April lalu, saat itu salah satu dari lima tuntutan pengunjuk rasa yaitu meminta pertanggung jawaban dan klarifikasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Polman lantaran tingginya angka anak putus sekolah di Polman dan tertinggi di Sulbar.
RDP ini dipimpin Ketua Komisi III DPRD Polman Rusnaedi bersama anggota Komisi III lainnya, dihadiri perwakilan Disdikbud Polman diantaranya Kepala Bidang Pengajaran dan Mutu Abd Haris, Kepala Bidang Perencanaan Rusdi serta Kepala Seksi Paud Mawardi.
Perwakilan Semarak Asrul memaparkan berdasarkan data media massa dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 tercatat sebanyak 4181 anak di Kabupaten Polman tidak lagi mengenyam pendidikan, mereka putus sekolah mulai dari tingkat SD-SMP dan SMA.
“Kami belum mendengar langkah konkret dari dinas pendidikan terkait upaya penurunan angka putus sekolah ini,” jelasnya di RDP.
Asrul menyampaikan rata- rata anak putus sekolah di Polman berusia mulai 7 hingga 15 tahun, ribuan anak putus sekolah ini mayoritas problem utamanya karena persoalan ekonomi, mengingat besarnya anggaran penanganan anak putus sekolah dari pusat ke Disdikbud Polman, pihaknya mendesak dinas terkait melakukan pencegahan dan pengembalian anak putus sekolah.
“Kami belum melihat progress nyata program dinas pendidikan, ekspektasi kami di bidang pendidikan itu sudah tidak sesuai,” bebernya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pengajaran dan Mutu Disdikbud Polman Abd Haris mengakui persoalan angka putus sekolah bukan persoalan baru dan angkanya cukup signifikan di Kabupaten Polman berdasarkan data BPS. Tapi pihaknya tidak tinggal diam, Disdikbud Polman mengintervensi mulai tahun 2011 lalu, melalui jalur formal dan informal, namun pihaknya kesulitan data by name by adress anak putus sekolah ini.
“Mereka putus sekolah selain persoalan ekonomi juga karena pernikahan dini, memang indikatornya banyak persoalan ekonomi karena membantu ortu bekerja, bahkan ikut ortu merantau,” ungkapnya.
Haris menyampaikan Disdikbud telah berupaya pengembalian anak putus sekolah melalui Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), namun karena kesulitan data, pihaknya turun ke desa mencari data anak putus sekolah by name by address, sehingga ditemukanlah data sebanyak 1785 anak putus sekolah versi Disdikbud Polman.
“Inilah sebabnya data kami beda dengan BPS, memang ada dana bantuan dari pusat Rp 5 miliar lebih, yaitu DAK non fisik yang diberikan ke lembaga penyelenggara kesetaraan, inilah yang digunakan untuk pengembalian anak putus sekolah,” terangnya.
Ketua Komisi III Rusnaedi mendesak Disdikbud Polman serius menangani persoalan anak putus sekolah ini, Apalagi peraturan menteri keuangan memprioritaskan dukungan anggaran ke sektor pendidikan.
“Memang tahun ini ada PMK 212 yang mensupport anggaran ke dinas pendidikan, jadi kita harapkan bagaimana menekan angka putus sekolah ini,” harapnya.
Terpisah, Kepala Disdikbud Polman Andi Masri Masdar menjelaskan jumlah anak putus sekolah tidak terlalu signifikan yang ditunjukkan BPS di wilayah Polman, kata dia, salah satu penyebabnya karena anak mengikuti orang tua mencari nafkah.
“Dari mana datanya, tunjukan datanya by name by adress, karena datanya tidak sesignifikan itu yang dikatakan BPS,” tuturnya saat ditemui usai mengikuti Musrenbang di kantor Bupati Polman, Rabu 5 April 2023. (adv/ali)