Pernikahan Dini, Ancaman Peningkatan Kasus Stunting

  • Bagikan

PERNIKAHAN dini lebih dikenal dengan istilah “perkawinan muda”. Umumnya terjadi pada rentang usia 12-16 tahun bagi perempuan, dan 16-19 tahun bagi laki-laki.

Oleh: Serdi Bonex

Perkawinan usia muda akan berisiko bukan hanya bagi potensi dan masa depan tapi kelangsungan hidup anak. Ini dikarenakan kesiapan secara biopsikososial dari anak tersebut yang belum cukup matang dalam menghadapi kemungkinan di dalam mebina rumah tangga.

Selain dari pada itu, sistem reproduksi bagi perempuan, belum siap secara sempurna melakukan proses kelahiran yang mana akan berisiko terhadap kematian ibu dan anak.
Termasuk risiko terjadinya kelahiran premature, dan juga akan mengakibatkan resiko terhadap kejadian stunting pada anak.
Masa balita merupakan periode keemasan (golden age), merupakan masa-masa penting dalam proses tumbuh kembang manusia.

Masalah dalam proses tumbuh kembang balita dapat memengaruhi fisik dan kecerdasan intelektual anak itu sendiri, sehingga akan berdampak pula pada kehidupan akan datang.

Stunting merupakan pertumbuhan yang mengalami keterlambatan, diakibatkan asupan nutrisi yang kurang cukup dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hal tersebut diakibatkan karena kombinasi dari defesiensi energi, protein dan defesiensi zat-zat gisi mikro dari janin hingga anak mencapai 2 tahun tidak memadai atau asupannya kurang.

Stunting pada anak tidak hanya diakibatkan oleh satu faktor saja. Namun banyak hal, seperti faktor ibu yang mengalami asupan gizi semasa kehamilan kurang baik, tingkat pengetahuan ibu, pendidikan ibu, sanitasi lingkungan, faktor menyusui, pemberian makan tambahan seperti MP-ASI, infeksi, faktor ekonomi keluarga dan perilaku hidup bersih dan sehat.

Isu pernikahan usia muda di Indonesia telah mencapai tingkat mengkhawatirkan. Berdasarkan data UNICEF per 2022, Indonesia berada pada urutan 8 dunia dan ke-2 dari Asean dengan total kasus sekitar 1,5 juta kasus.

Sedangkan data yang diperoleh bahwa Sulawesi Barat meduduki urutan ke delapan tertinggi di Indonesia kasus pernikahan dini dengan prevalensi sekitar 11,70 persen. Data statistik menuliskan 1,347 per tanggal Mei 2023 kasus pernikahan anak di Sulbar.

Sedangkan kasus stunting saat ini merupakan tren isu Sulbar. Merupakan provinsi kedua tertinggi stunting tahun 2022 dari NTB, dengan tingkat prefalensi stunting mencapai 35 persen. Mengalami kenaikan 1,2 persen dari tahun 2021.

Adapun wilayah-wilayah di Sulbar yang terdapat peningkatan stunting tertinggi adalah, Kabupaten Majene dari 2021 35,7 persen menglami peningkatan 4,9 persen, sehingga 2022 mencapai 40,6 persen.
Kemudian Polewali Mandar 39,3 persen, Mamasa mencapai 38,6 persen, Mamuju 33,8 persen, Mamuju Tengah 28,1 persen dan Kabupaten Pasangkayu 25,8 persen.

Data tersebut menunjukkan bahwa penanggulangan kasus stunting di Sulbar belum maksimal. Memerlukan sikap dan strategi demi mencapai target pemerintah 2024 mendatang.

Dari data diatas menunjukkan bahwa tingkat pernikahan dini yang terjadi di Indonesia dan terkhusunya di Sulbar sendiri masih tinggi. Sangat berisiko terhadap kesehatan ibu dan anak. Diantaranya adalah kelahiran perematur/ BBLR, pendarahan pada ibu, risiko terjadinya stunting pada bayi balita bahkan beresiko terhadap kematian ibu dan bayi.

Pemerintah dan instansi terkait perlu bekerja sama dalam menekan angka peningkatan stunting di Sulbar. Salah satu strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah peningkatan stunting itu sendiri adalah dengan menekan angka kejadian pernikahan dini.

Mengapa? karena pernikahana usia 12-16 tahun bagi perempuan akan sangat berisiko terhadap beberapa faktor, diantaranya adalah kelahiran perematur/ BBLR dan ini sangat beresiko terhadap kasus stunting pada bayi balita.

Selain itu, hal ini juga tidak hanya semata-mata menjadi tanggung jawab dari pemerintah dan instansi terkait, namun juga ini perlu menjadi perhatian bagi kita semua.
Salah satu strategi yang juga perlu dilakukan oleh pemerintah adalah, perlu melakukan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat, bagi remaja, serta orang tua terkhusnya di daerah–daerah tertentu mengenai risiko jika menikah di bawah umur. (*)

  • Bagikan