Hidup Prihatin Lima Bersaudara Yatim-piatu di Campalagian

  • Bagikan
Potret kehidupan Saskia bersama-adikn-adiknya yang hidup yatim-piatu. -- foto: m. danial --

HARI-harinya dijalani layaknya orang dewasa. Mengurusi empat adiknya yang masih butuh perhatian. Kedua orang tuanya telah meninggal.

Catatan:
M. Danial

(jurnalis)

Pendidikannya terpaksa dikorbankan. Lantaran harus membanting tulang dan berperan sebagai orang tua bagi adik-adiknya. Menjalani hidup dengan keprihatinan.

Namanya Saskia. Kini berusia 21 tahun. Melihat usianya, idealnya sudah duduk di perguruan tinggi. Harapan Saskia juga seperti itu. Sangat mau bersekolah. Seperti anak-anak atau gadis sebayanya. Tapi nasib berkata lain. Setelah ibunya, Sana meninggal, ia masih berharap bisa  bersekolah. Harapannya pupus setelah ayahnya, Sadewa meninggal juga.

“Saya sangat mau bersekolah, seperti anak-anak lain. Tapi, saya tidak punya kedua orang tua lagi, saya harus mengurus mereka,” ungkap Saskia, Selasa 17 Mei 2022.

Saat ditemui, ia terlihat tegar menyembunyikan rasa sedihnya. Sesekali ia beranjak mengawasi adik bungsunya, Nuratika yang berlari kesana-kemari.

Dua adiknya, Fatima dan Nur Zamzam sedang menemani tantenya mengupas sabut kelapa. Keduanya saling membantu. Fatima mengupas sabut kelapa, sedangkan Zamzam memisahkan  memisahkan sabut dan buah kelapa yang sudah dikupas.

“Saya dan adik saya bantu-bantu tante sama om kalau banyak lagi kelapa mau dikerja,” imbuh Saskia. “Sedang pergi, ikut-ikut kerja juga sama orang,” jelasnya, tentang adik laki-lakinya Tuami.

Selain bekerja pada saudara ibunya sebagai pengupas sabut kelapa, Saskia menjadi gembala ternak juga. Sapi dan kambing milik warga di kampungnya, Dusun Galung, Desa Kenje, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar (Polman).

Menjadi penggembala, kerap dilakukan Saskia sendirian. Kerap juga ditemani adiknya. Sapi atau kambing gembalaannya, digiring ke tempat yang ada pakan untuk kedua ternak tersebut.

Sepeninggal ibu yang disusul ayahnya, Saskia bersama empat adiknya tetap tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuanya. Namun, sejak beberapa waktu belakangan sering di rumah tantenya, yang letaknya tidak berjauhan dengan rumahnya. Untuk memudahkan pekerjaannya mengupas sabut kelapa.

Rumah peninggalan tersebut, berada di atas tanah milik orang lain. “Yang punya tanah meminjamkan kepada orang tua anak-anak ini,” jelas seorang warga. (*)

  • Bagikan