Karena Sakit, Oknum Anggota DPRD Sulbar Belum Penuhi Panggilan Kejari Mamuju

  • Bagikan
Kajari Mamuju Subekhan

MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Kasus pengadaan dan pembuatan bibit rehabilitasi hutan dan lahan multifungsi program pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan hutan lindung berbasis masyarakat di Dinas Kehutanan (Dishut) Sulbar tahun anggaran 2019, terus bergulir di Kejari Mamuju.

Setelah menyandang status tersangka, seorang anggota DPRD Sulbar inisial S, dan mantan Kadis Kehutanan Sulbar inisial F.

Hari ini, Selasa 25 Oktober 2022, penyidik Kejari Mamuju menjadwalkan pemanggilan terhadap tersangka S. Namun ia tidak memenuhi panggilan jaksa dengan alasan sakit.

Kajari Mamuju Subekhan mengaku bahwa hari ini adalah giliran pemanggilan terhadap tersangka S untuk diperiksa. Namun hasil konfirmasi, tersangka berhalangan karena sakit.

Pemanggilan ini, kata Subekhan, dilakukan untuk pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka. Karena tersangka S berhalangan hadir, maka akan dijadwalkan kembali pemeriksaannya.

“Hari ini gilirannya tersangka S, namun saat kami konfirmasi lewat pengacaranya, tersangka tidak hadir karena sakit. Tetapi kami akan jadwalkan ulang pemanggilannya,” kata Subekhan.

Sementara itu, kuasa hukum tersangka S, saat ditemui di Kantor Kejari Mamuju, Dedi Bendor menjelaskan bahwa kliennya tidak bisa hadir dikarenakan kesehatan terganggu atau sakit. Itu berdasarkan surat keterangan dokter.

“Klien kami kesehatannya terganggu atau sakit berdasarkan surat keterangan sakitnya. Makanya, kami datang ini meminta kepada jaksa untuk menjadwalkan ulang pemanggilannya,” singkat Dedi.

Sebelnya, Rabu 19 Oktober 2022, Kejari Mamuju menetapkan dua tersangka dalam kasus pengadaan bibit ini, yaitu, Anggota DPRD Sulbar dan inisial S dan mantan Kepala Dishut Sulbar inisial F.

Kajari Mamuju menyebutkan, kedua tersangka tersebut telah melakukan kerjasama dan bermufakat secara melawan hukum untuk mengatur kegiatan senilai Rp 1,8 miliar l, sehingga merugikan keuangan negara sebagaimana hasil audit BPKP Sulbar lebih dari Rp 1,1 miliar, dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 33 UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ham)

  • Bagikan