LKPj Gubernur Sulbar 2021, Dewan Soroti Serapan Anggaran

  • Bagikan
Ketua DPRD Sulbar Sitti Suraidah Suhardi memimpin rapat pembahasan KLPJ Gubernur Sulbar. -- foto: idrus ipenk --

MAMUJU, SULBAR EXPRESS – Sejumlah fraksi di DPRD Sulbar menyoroti serapan anggaran daerah tahun 2021 yang belum optimal. Tahun ini, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diharap tak berlama-lama menahan program dan kegiatan.

Rabu 22 Juni 2022, rangkaian pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait Laporan Keterangan Pertanggungjawaban atau LKPj Gubernur Sulbar dalam penggunaan APBD Sulbar 2021 kembali bergulir di ruang paripurna dewan.

Dewan mengagendakan pemandangan fraksi-fraksi yang umumnya menilai gubernur dapat segera menyelesaikan seluruh dokumen pertanggungjawaban sehingga pembahasan bisa segera dilanjutkan.

Momen paripurna sekaligus menjadi wadah bagi para legislator melakukan evaluasi terhadap kinerja OPD dan berbagai persoalan yang belum terselesaikan di tahun 2021.

Juru Bicara Fraksi Demokrat, Syamsul Samad mengawali penyampaiannya dengan apresiasi atas realisasi pendapatan 2021 yang melebihi pagu Rp 2 triliun atau mencapai 100,99 persen.

“Kami memberikan apresiasi atas capaian pendapatan ini, namun kami mendorong untuk melakukan upaya untuk menggali dan mengoptimalkan potensi pendapatan yang ada, perlu dikaji dan digali agar masalah pendapatan dapat bertumbuh positif karena menjadi barometer pertumbuhan suatu daerah,” sebut Syamsul.

Sementara untuk target belanja senilai Rp 2 triliun lebih yang terealisasi hanya 82,91 persen. Salah satunya karena pihak eksekutif terkendala pada pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Namun di luar PEN harus ada komitemen dari OPD untuk mendorong percepatan program yang telah dianggarkan, kemudian program yang melibatkan pihak ketiga sekiranya menjadi atensi untuk disegerakan,” tegas politisi asal Polman ini.

Sebagai mitra kerja di pemerintahan dirinya mengaku bahwa, selama ini ia mengamati pola kerja di birokrasi. Banyak program yang dicanangankan tetapi tidak berkelanjutan sehingga terkesan hanya penghabisan anggaran. Tak bermanfaat untuk masyarakat.

“Seperti program Marasa, kini kita tidak mengetahui bagaimana persis program itu sekarang. Apakah sudah mampu mengkoneksikan mulai tingkat desa sampai provinsi, sebab hingga hari ini kita terkatung-katung, dalam koneksi data digital,” beber Syamsul.

Namun dirinya optimis melalui program data presisi yang dicanangkan oleh Penjabat Gubernur akan dapat menjawab kegamangan terhadap peta kebutuhan daerah. Sekaligus menjadi acuan OPD untuk pembangunan daerah.

Syamsul kemudian menyinggung Silpa yang tergolong besar, di bawah 15 persen atau senilai Rp 170 Miliar. “Apakah ini merupakan efisien anggaran atau gambaran atas gagalnya pemanfaatan anggaran secara optimal,” imbuh dia.

Kondisi tersebut diharapkan menjadi bahan evaluasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Syamsul menambahkan dengan mendorong agar penempatan pegawai dilakukan sesuai bidang dan keahlian masing-masing. Masih banyak ASN dengan penempatan berbeda dari latar belakang pendidikannya.

“Demikian juga terhadap bidang yang memiliki tenaga spesialisasi, tetapi ditempatkan bukan pada bidangnya, sehingga itu bisa menjadi masalah dan mengakibatkan keterlambatan,” bebernya.

Fraksi Golkar melalui Jubir, Muslim Fattah juga memberikan apresiasi atas capaian pendapatan daerah seperti telah dipaparkan oleh Pj Gubernur Akmal Malik.

Dari laporan tersebut pihaknya mempertanyakan uraian realisasi pendapatan yang telah disampaikan pihak eksekutif. Termasuk soal pemanfaatan denda keterlambatan pekerjaan serta pajak daerah.

“Kami ingin mengetahui sebagaimana pemanfaatan alokasi tersebut,” kata Muslim. Termasuk pemanfaatan alokasi Participating Interest (PI) dari sektor pertambangan yang ada di Balak-balakang.

Di lain sisi, Fraksi Golkar mengaku mendukung upaya pembenahan kelembagaan yang akan dilakukan oleh Gubernur Akmal sebagai bentuk evaluasi terhadap kinerja para pejabat OPD Pemprov Sulbar.

Sementara Jubir Frkasi PDIP Sabar Budiman menyinggung penyajian data yang telah disampaikan gubernur. Pihaknya menilai laporan gubernur tidak konsisten dalam menyampaikan data.

“Fraksi PDIP mendorong agar pemerintah daerah membuka kerja sama antar instansi vertikal terhadap program dalam menyajikan data ke publik, karena terjadi perbedaan data BPS dalam terkait keuangan Sulbar, demikian pula penyusunan ranperda LKPj,” sebut Sabar.

Ia membeberkan, data BPS terkait pendapatan daerah 2021, tercatat Rp 2,047 triliun. Sementara data yang disajikan melalui Ranperda LKPj seilai Rp 2,204 triliun.

Sedangkan sektor belanja yang disampaikan BPS yakni, terealisasi Rp 2,062 triliun. Sementara data yang disajikan eksekutif melalui dokumen LKPj tercantum Rp 1,98 triliun.

Meyambung pemaparan fraksi-fraksi di dewan, Ketua DPRD Sulbar, Sitti Suraidah Suhardi mengatakan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari pihak eksekutif yang diharapkan bisa direspon oleh gubernur.

“Jawaban gubernur dijadwalkan pada Kamis, 22 Juni (hari ini, red),” terang Suraidah.

Di tempat sama, Sekprov Sulbar, Muhammad Idris mengatakan secara prosedur tahapan itu sudah memenuhi ketentuan.

“Nah yang tadi ada beberapa catatan memang terutama penyerapan anggaran tapi kan sebetulnya bisa dijelaskan bahwa penyerapan anggaran 82,90 persen itu disebabkan karena di bagian akhir dari APBD kita di 2021, melakukan pinjaman PEN. Itu menambah kecilnya serapan 2021,” ujar Idris.

Sementara mengenai Silpa, kata Sekprov, masih adanya ketidakmampuan untuk menyerap anggaran. “Sehingga OPD kita memang harus berbenah untuk penyerapan anggaran. Saya kira ini catatan di 2021 tidak boleh terulang di 2022. Kira-kira komitmennya itu,” katanya. (idr/chm)

  • Bagikan